TERNYATA, Negara Ini Terlilit Hutang Kepada China Seperti Indonesia yang Jadi Debitur Rp112,5 Triliun

- 15 April 2023, 13:02 WIB
Ilustrasi - Negara yang terlilit hutang China seperti Indonesia
Ilustrasi - Negara yang terlilit hutang China seperti Indonesia /Unsplash/Cheung Yin

BERITASUKOHARJO.com – Tumbuhnya bunga utang dari pembengkakan dana Rp112,5 Triliun untuk proyek Kereta cepat Jakarta-Bandung membuat Indonesia seolah terlilit utang China.

Ya, rupanya China disebut sebagai kreditur utang untuk banyak negara miskin yang membutuhkan pendanaan termasuk dalam pembangunan infrastruktur negara.

Pada pembangunan Kereta cepat Jakarta-Bandung, Indonesia masuk dalam program Belt and Road Initiative yang disebut-sebut sebagai cara China memberikan utang kepada negara lain demi keuntungannya.

Baca Juga: Tanggal Rilis Genshin Impact 3.7, Karakter Baru, Senjata, dan Banyak Lagi, Simak Selengkapnya

BeritaSukoharjo.com melansir dari berbagai sumber, pada 15 April 2023 tentang negara lain selain Indonesia yang dianggap masuk dalam perangkap utang China.

Sebenarnya, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang berkolaborasi dan membangun infrastruktur bersama proyek Belt and Road milik China.

Menurut AA La Nyalla selaku Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Indonesia telah memegang utang kepada China sekitar Rp112,5 Triliun karena pembengkakan dana untuk pembangunan Kereta Cepat.

Baca Juga: BARU LAGI! Kode Redeem Genshin Impact 15 April 2023, Ada Primogems Hingga Hero’s Wit

Negara lain yaitu Argentina yang berhutang sebesar 4,7 miliar Dolar atau sekitar Rp69 Triliun untuk membangun dua bendungan untuk digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di wilayah Patagonia Selatan.

Sebuah penelitian dari Universitas di Williamsburg memprediksi bahwa suku bunga Argentina kepada China sebesar Rp1,2 Triliun hingga Rp2 Triliun sesuai kenaikan setiap waktunya.

Negara lain yakni Suriname, yang tidak bisa membayar utang dari China sampai salah satu rekening milik negara tersebut harus disita meskipun masuk dalam wilayah negara maju Amerika Selatan.

Baca Juga: HEMAT GAS! Resep dan Tips Ketupat Padat dan Empuk, Rebus 30 Menit Dijamin Matang Sempurna, Sajian Lebaran 2023

Saat itu, Suriname dilanda kesulitan perekonomian dan krisis akan perkembangan minyak.

Selanjutnya ada Pakistan yang sempat bermasalah karena punya banyak tunggakan utang kepada China yang membuat perekonomian kedua negara tersebut berisiko jatuh secara drastis.

Beruntungnya, bencana alam karena banjir yang dahsyat sampai sepertiga wilayah di negara tersebut tenggelam bisa diatasi, Pakistan secara cepat bisa mengembalikan hutangnya ke China.

Tidak hanya itu, ternyata beberapa negara Afrika dan Sri Lanka juga punya problematika yang sama dan mengalami kegagalan untuk membayar utang kepada  China.

Baca Juga: TOP! 20 SD Negeri di Sukoharjo, Jawa Tengah ini Masuk Akreditasi A, Nomor 1 SD Negeri Jombor 3!

Kenya dan Angola juga sempat menjadi bahan pembicaraan tentang pelunasan utang karena meminjam dana kepada China karena tidak stabilnya negara akibat Covid-19 dan harga minyak.

Negara Zambia bahkan tidak bisa membayar utang senilai 17 Miliar Dolar atau Rp251 Triliun di tahun 2020 karena mengalami kesulitan ekonomi sejak pandemic Covid-19 pada tahun 2020.

Walaupun Beijing telah meminimalisir piutangnya, Foreign Policy Magazine melaporkan bahwa China berhasil mengungguli World Bank dan International Monetary Fund (IMF) sebagai kreditur terbesar di dunia pada tahun 2017.

Baca Juga: ALERT! Indonesia Mengalami Kenaikan 1000 Kasus Harian Covid-19 dan Masuknya Subvarian Arcturus di DKI Jakarta

Namun Pandemi Covid-19 dan perang antara Ukraina dan Rusia rupanya membuat negara-negara yang berhutang kepada China mengalami kesulitan untuk melunasinya.

Akibatnya, China berupaya untuk memberikan keringanan, pengampunan bahkan restrukturisasi hutang kepada beberapa negara yang mengalami kesulitan keuangan.

Faktanya, kurang lebih 60% pinjaman luar negeri China justru diberikan kepada banyak negara yang perekonomiannya sedang lesu. Angka tersebut juga jauh berbeda di tahun 2010 dengan angka 5% saja.

Banyaknya sorotan kepada China yang seolah menjadi Debt Collector bagi negara miskin, Wang Yi selaku Menteri Luar Negeri China akhirnya angkat bicara bahwa mereka bukan pemasang ‘perangkap’ utang.

Baca Juga: Lebaran 2023 Sebentar Lagi, Berikut 5 Cara Membuat Ketupat Awet Tahan Lama, Tidak Cepat Basi dan Gurih

Wang Yi mengatakan bahwa program Belt and Road Initiative bukan negara yang sengaja menawarkan utang melainkan proyek untuk membangun kerja sama dengan banyak negara.***

Editor: Francisca Adita Maya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x