Baca Juga: Lereng Gunung Lawu Longsor, Satu Warga Ngargoyoso Karanganyar Tewas
"Jadi para peserta tidak perlu takut, motif batiknya akan rusak karena dia tidak mempunyai skill atau keahlian membatik. Batik ciprat ini para peserta bebas berekspresi sesuai kemauannya, hasilnya tidak ada yang salah," kata Sri Hastuti.
Dalam proses pembuatannya, diawali dengan selembar kain putih ukuran 210 cm X 115 cm yang dibentangkan. Selanjutnya, kain ini diciprati dengan malam yang sudah dicairkan. Cipratan malam disesuaikan dengan keinginan.
Diakui Sri Hastuti, awalnya para peserta hanya sekedar menciprat-ciprat saja. Namun lama-lama mereka tahu, harus dibentuk motif apa, biar menarik dan tidak monoton. Daya kreatifitas mereka lama-lama muncul dengan sendirinya.
Baca Juga: Sebelum Kecelakaan, Vanessa Angel Curhat ke Ibu Sambungnya: Kangen Mama Lusy
"Ada yang dibuat garis-garis berwarna-warni, ada yang dibuat dengan bulatan-bulatan seperti obat nyamuk, ada yang cipratannya berbentuk vertikal, horizontal, dan lain-lain," kata Sri Hastuti.
Satu potong batik ciprat ukuran 210 cm X 115 cm tersebut, dipatok dengan harga Rp120.000 untuk yang satu kali proses pewarnaan. Untuk yang dua kali pewarnaan, harganya Rp175.000 dan yang berkali-kali proses pewarnaan harganya bisa mencapai Rp250.000.
Dalam waktu 2 bulan, para peserta sudah bisa menghasilkan 200 potong dan sudah ada pembelinya.
"Para peserta total ada 25 disabilitas dan ODGJ. Tidak hanya dari Desa Kemudo saja, namun 5 orang berasal dari Desa Brajan," tambah Ketua Tim Penggerak PKK Desa Kemudo, Reni Susanti.