"Sesuai dengan Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus melakukan tembakan peringatan terlebih dulu," kata Kurniawan.
Densus 88 sebagai pelaku operasi penumpasan terorisme harus memperhatikan asas praduga tak bersalah dengan cara menghindari tindakan yang sewenang-wenang.
Atas kejadian ini, ISAC berharap Komnas HAM, DPR RI dan Kompolnas bisa menginvestigasi kematian dr. Sunardi apakah ditemukan pelanggaran hukum dan HAM atau tidak.
"Juga ada baiknya keluarga bisa menempuh jalur hukum berupa pra peradilan atau gugatan perbuatan melawan hukum. Hal ini penting dilakukan untuk menguji peristiwa proses penangkapan yang berujung kematian itu," ujarnya.
Yang lebih penting lagi, ISAC berharap agar kasus mirip Siyono di Klaten dan perkara lain yang berhubungan tembak mati ditempat tdak terulang lagi.
Baca Juga: Asa PBSI, Berharap Dua Even Bulutangkis Bergengsi Juni Mendatang di Istora Ada Penonton
Pra Peradilan bisa dilakukan agar asas kepastian hukum dapat diketahui serta menghindari spekulasi atas peristiwa tembak mati ditempat sebelum adanya pengujian pembuktian minimal 2 alat bukti dipersidangan.
Terkait ditetapkannya dr. Sunardi sebagai tersangka, ISAC mempertanyakan, apakah pernah diterbitkan dan dilayangkan surat pemanggilan sebagai saksi/tersangka kepada yang bersangkutan atau keluarganya untuk dimintai keterangan dalam berita acara pemeriksaan atau tidak.
"Karena untuk penetapan status tersangka perlu tahap klarifikasi atau pemanggilan terlebih dahulu, kecuali jika tertangkap tangan," pungkasnya.***