Mengenal Kampung Islam Tertua di Bali, Pegayaman, Telah Ada Sejak Ratusan Tahun Lalu, Dihuni Orang Bali Asli

- 1 April 2023, 22:12 WIB
Kampung Islam tertua di Bali yang telah ada sejak ratusan tahun lalu
Kampung Islam tertua di Bali yang telah ada sejak ratusan tahun lalu /tangkapan layar/YouTube

BERITASUKOHARJO.com - Kampung Pegayam merupakan kampung Islam tertua di Bali. Meski Hindu merupakan agama mayoritas di Bali, tapi kampung-kampung Islam di pulau dewata bisa hidup dengan damai.

Masyarakat di kampung Pegayam ini menjunjung tinggi toleransi karena hidup berdampingan dengan masyarakat yang mayoritas beragama Hindu. 

Meski terletak di Bali, namun kampung ini mayoritas penduduknya beragama Islam.
Bahkan di kampung ini tak ada sesaji, dupa dan udeng, yang ada justru masjid. 

Baca Juga: Jajanan Lebaran 2023 Paling Diburu Bocil nih, Cobain Resep Choco Ball Cookies, Dijamin Sehari Ludes

Berikut ini BeritaSukoharjo.com telah mengutip cerita tentang keberadaan kampung Islam tertua di Bali dari kanal YouTube Berita KBR, dan membagikannya ulang untuk Anda.

Simak dan ikuti penjelasan singkat mengenai sejarah kampung Pegayam sebagaimana berikut.

Kampung Pegayaman sendiri sudah lama menjadi salah satu kampung tertua yang mayoritas penduduknya beragama Islam. 

Baca Juga: WAJIB COBA, TOP 5 Wisata Kuliner Malam di Semarang, Nomor 5 Kesohor hingga ke Luar Kota

Di kampung ini tak ada sesaji, asap dupa, pura dan juga udeng atau ukiran seperti di daerah Bali lainnya. 

Justru di kampung Pegayaman, akan sangat identik dengan masyarakatnya yang menggunakan kopiah, sarung, kerudung dan di kmpung ini banyak bangunan masjidnya. 

Kampung Pegayaman terletak di desa Sukasada Kabupaten Buleleng Bali atau 80 km dari kota Denpasar. 

Kalau Anda mengira bahwa kampung ini dihuni oleh para pendatang yang membawa agama Islam dengan kehadirannya, maka Anda keliru.

Kampung Pegayam ini bukan dihuni oleh warga pendatang, melainkan oleh orang asli Bali yang memang beragama Islam sejak dulu, dimana warga kampung ini tinggal dan menghuni kawasan ini sejak ratusan tahun lalu. 

Baca Juga: 3 Kriteria UMKM di Masa Depan, Kamu Para Pelaku Bidang Ini, Sudah Masuk di Salah Satunya?

Di tengah masyarakat Bali yang mayoritasnya beragama Hindu, kampung Pegayaman hidup dengan harmonis membangun akulturasi keberagaman satu sama lain

Masyarakat desa Pegayaman menggunakan bahasa Bali dengan kosakata yang berbeda dari mayoritas lainnya. 

Ketika mengaji anak desa Pegayaman juga menggunakan bahasa Bali asli. 

Bahkan nama mereka juga menggunakan nama urut Bali sebagai nama depan seperti Made, Ketut, Wayan, dan lain-lain, tapi dengan ditambahkan nama Islami dibelakang namanya.

Dalam berbusana, masyarakat kampung ini juga sangat berbeda dengan saudaranya yang beragama Hindu. 

Kaum lelaki kebanyakan menggunakan sarung dan kaum perempuan mengenakan kerudung. 

Awal mula desa ini dimulai pada abad 17 silam, ketika kedatangan 100 tentara muslim dari Jawa dan Makasar. 

Tepatnya hal itu terjadi pada masa pemerintahan Raja Buleleng Panji Sakti.

Baca Juga: 6 Rekomendasi Wisata di Sukoharjo yang Cocok Untuk Tempat Ngabuburit Selama Ramadhan

Di kampung ini ada adat atau tradisi dengan nama Burdah yang dimainkan setahun sekali saat peringatan Maulid Nabi. Adat dan budaya ini dirayakan besar-besaran di Pegayaman. 

Dalam perayaan ini tradisi Bali disematkan dalam pakaian sedangkan syairnya dari bahasa Arab. 

Pakaian Bali, kidul Bali, syair al barzanji, acara di mulai dari jam 9 malam sampai jam 4 pagi.

Pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, semua masyarakat saling silaturahmi. 

Namun pada peringatan Maulid Nabilah yang jauh lebih meriah, bahkan banyak yang pulang dan mudik dari perantauan. 

Hari Raya keagamaan kerap jadi ajang saling interaksi sekaligus toleransi antar umat beragama bagi masyarakat Pegayaman dan masyarakat sekitar.

Mereka saling berbagi makanan yang disebut ngejot dalam tradisi Bali. 

Kalau ada kegiatan seperti gotong royong umat Hindu dan Muslim saling bantu satu sama lain. 

Saat Hari Raya Idul Fitri, ketua desa saling mengundang untuk merayakannya, bahkan untuk ketua desa dengan masyarakat mayoritas beragama Hindu sekalipun.

Hal tersebut pun dilakukan oleh ketua desa jika merayakan perayaan hari besar keagamaan Hindu. 
***

 

Editor: Syahyurli Ainnur Bahri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x