Menengok Keramatnyata Wisata Religi Batu Tapak Nata di Lereng Gunung Merapi

26 Februari 2022, 23:07 WIB
Gerbang, sebagai pintu masuk untuk melakukan perjalanan wisata spiritual Batu Tapak Nata. /sukoharjoupdate/Honggo/

SUKOHARJOUPDATE - Sebuah lokasi berpagar, di lereng Gunung Merapi sangat dikeramatkan penduduk desa setempat.

Dalam pagar itu terdapat bongkahan batu yang berisi batu hitam. Ditengah batu hitam tersebut terdapat bekas injakan telapak kaki manusia. Maka bongkahan keramat itu disebut Batu Tapak Nata. Kendati letak batu itu berada ditempat terpencil dan jauh dari keramaian.

“Tempat ini dianggap sebagian orang bisa membawa keberuntungan” kata Yoto Warno (58), warga yang dipercaya sebagai penjaga Batu Tapak Nata.

Baca Juga: Menatap Matahari Tanpa Alat Pelindung, Pria Asal Karanganyar Ini Siap Diadu Dengan Deddy Corbuzier dan Limbat

Namun selain itu juga, ternyata pada hari-hari tertentu banyak dikunjungi wisatawan spiritual, utamanya warga etnis China. Konon lokasi petilasan yang berupa batu itu bekas tempat raja Pakubuwono X.

Keraton Surakarta bersama permaisurinya, sidak meninjau kebon kopi. Lokasi Batu Tapak Nata terletak di Desa Sumbung, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah. Batu Tapak Nata itu terdiri dari dua bagian.

Yang pertama di sebelah barat disebut dengan Tapak Nata Putri (wanita). Sedangkan yang kedua,berada di sebelah timur disebut Tapak Nata Kakung (pria).

Baca Juga: Gelar Rakercab, Disa Ageng Aliven Tegaskan Tak Ada Pembahasan Arah Politik Pemuda Pancasila Karanganyar

Keduanya berbentuk hampir sama, yaitu bongkahan batu sebesar kira-kira 1 X 1 meter setinggi 30-an cm.

“Disebut Batu Tapak Nata, karena masing-masing batu itu ada jejak telapak kaki manusia,” ujar Yoto Warnolagi.

Bapak berputra dua ini mengisahkan, kedua batu tersebut memang dipercaya merupakan petilasan keramat. Dipercaya bekas jejak dari kaki pasangan Raja Paku Buwono X Surakarta dan permaisurinya.

Baca Juga: Latih Taktik, 1500 Prajurit Kodam IV Diponegoro Terlibat Perang Kota di Karanganyar

Alkisah, pada masa keemasan raja PB X sering mengadakan tedakan (sidak), dengan bentuk aktivitas jalan-jalan memantau kebun kopi yang terhampar di lereng Merapi.

Agar lebih nyaman, maka sang raja membangun sebuah pesanggrahan di sekitar kebun kopi. Pesanggrahan itu berada di desa Pracimaharjo.

Suatu hari beliau dan permaisuri kehujanan saat melihat lokasi kebun kopi. Akhirnya mereka berteduh di sebuah tebing gua.

Baca Juga: Tradisi Mondosio, Ritual Rebutan Ayam Warga Lereng Gunung Lawu

Tanpa disangka raja dan permaisuri ini, masing-masing menginjak sebuah bongkahan batu yang sama.

“Dan ajaibnya, saat masing-masing satu telapak kaki menapak (menginjak) batu itu menimbulkan jejak atau cetakan telapak kaki pada permukaan batu,” kisahnya.

Lebih mengherankan, padahal bongkahan batu itu sebenarnya cukup keras. Namun saat terinjak kedua kaki pasangan raja Trah Dinasti Mataram ini seakan-akan menjadi lunak.

Setelah hujan reda, keduanya segera kembali ke pesanggrahan untuk beristirahat. Sampai sekarang kedua batu itu dikeramatkan, banyak orang yang berkunjung kesana untuk tirakat, berharap keberuntungan.

Baca Juga: Tuduhan Dugaan Jual Beli Jabatan, Kemenkumham Pastikan Proses Promosi Pegawai Sesuai Mekanisme

Sehingga banyak dikunjungi para pedagang, pembisnis maupun pengusaha property, sekaligus melakukan perjalanan supranatural.***

Editor: Bramantyo

Tags

Terkini

Terpopuler