Pengabdian Masyarakat Komunikasi Terapan UNS Adakan Pelatihan Literasi Media Digital di Desa Tanjung Klaten

23 September 2021, 23:44 WIB
Tim Pengabdian Masyarakat Prodi D3 Komunikasi Terapan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo saat memberi materi workshop ''Literasi Pengelolaan Desa Wisata Melalui Media Digital sebagai Komunikasi Pemasaran di Era Pandemi Covid'' di Dukuh Gumantar, Desa Tanjung, Juwiring, Klaten. /Sukoharjoupdate/ Kinan Riyanto/

SUKOHARJOUPDATE - Dalam rangka pengabdian masyarakat, Program Studi D3 Komunikasi Terapan Universitas Sebelas Maret (UNS), mengadakan kegiatan ''Literasi Pengelolaan Desa Wisata Melalui Media Digital sebagai Komunikasi Pemasaran di Era Pandemi Covid''.

Kegiatan berlangsung selama satu hari di desa wisata Tanjung, Kecamatan Juwiring, Klaten, Jawa Tengah, Kamis 23 September 2021.

Dipilihnya desa wisata Tanjung ini, menurut salah satu dosen D3 Komunikasi Terapan, Herwindya Baskara, selaku Ketua Pelaksana dalam kegiatan ini, karena desa ini mempunyai potensi yang sangat besar yaitu kerajinan payung hias.

Baca Juga: Tempuh Restorative Justice, Polres Sukoharjo Selesaikan Kasus Perusakan Nisan di Makam Muslim Polokarto

Kerajinan ini sudah turun temurun dari nenek moyang hingga sekarang ini. Sebelum pandemi, permintaan payung dari berbagai daerah sangat banyak.

Di era pandemi ini, tim pengabdian masyarakat Prodi Komunikasi Terapan UNS ini lebih menitikberatkan mengajak kepada para milenial untuk lebih gencar mempromosikan produk payang melalui digital.

''Tugas dosen itu selain mengajar, meneliti, juga pengabdian kepada masyarakat. Kali ini tim melakukan pendampingan penyuluhan berupa workshop promosi digital di Desa Tanjung. Kami ingin mendorong kepada para milenial untuk lebih kreatif lagi dalam mempromosikan potensi desanya,'' kata Herwindya.

Baca Juga: Menguak Terowongan Kuno di Desa Sabrang Lor Klaten, Dugaan Kuat Peninggalan Belanda

Kepala Desa Tanjung, Suminto, di sela-sela mendampingi kegiatan workshop tersebut menjelaskan, di desanya ada 50 perajin payung. Dari yang membuat komponen sampai finishing.

Produksi payung dari Dukuh Gumantar, Desa Tanjung ini, sudah menembus hingga ke pasaran luar negeri seperti ke Thailand, Jepang dan China.

Untuk pasar dalam negeri, permintaan dari berbagai kota terutama dari Bali, Kalimantan, Jakarta, dan lain-lain.

Baca Juga: Sempat Terpapar Covid 19, Tim SMP Krista Gracia Klaten Berhasil Menyabet Emas di Festival Lomba Seni Nasional

Kades Suminto menjelaskan, awal mulanya produksi payung di sini dikhususkan untuk permintaan keraton. Bahannya dari kayu bambu sebagai kerangkanya dan kertas.

Namun lambat laun, bahan payung bermacam-macam. Ada yang dari kertas, plastik, kain batik, kain lurik dan lain-lain. Sekarang minat masyarakat kebanyakan payung lukis untuk hiasan.

''Sekarang bahan payung lebih bervariasi, sesuai yang diinginkan para pembeli,'' kata Suminto.

Baca Juga: Kompetisi Sepak Bola Liga 2 di Solo, Gibran : Nonton Saja di Rumah Gratis

Saat ditanya bagaimana minat generasi muda melanjutkan kerajinan warisan ini, Suminto menjawab, tetap ada regenerasi. Namun peminatnya tidak banyak.

Hal itu disebabkan banyak faktor. Antara lain terkendala alat-alat yang sampai saat ini masih manual.

Untuk promosi pemasaran, perajin sudah memanfaatkan medsos, namun kurang gencar.

Baca Juga: Satlantas Polres Klaten Sosialisasikan Aplikasi PeduliLindungi dalam Operasi Patuh Candi 2021

''Dengan adanya pelatihan memanfaatkan media digital dalam berpromosi dari UNS ini, saya sangat berterimakasih. Karena tim sudah bersedia memberi ilmu kepada warga kami untuk kelangsungan desa wisata Tanjung,'' tambah Suminto.

Salah seorang perajin payung hias, Wigit Gun Arto (60 tahun) menjelaskan, dulu sebelum pandemi, dirinya bisa menjual ratusan payung sesuai permintaan pembeli. Namun kini dalam sebulan, dirinya hanya bisa menjual payung puluhan saja.

Payung produksi Honocoroko milik Wigit ini, sudah menjalani usaha sejak tahun 1990. Permintaan rata-rata dari Bali dan Jakarta. Payung paling murah harganya Rp60.000 dan paling mahal Rp1 juta.

Baca Juga: Baznas Klaten Bantu Mbah Rubiyem, Janda Tua Sebatang Kara di Desa Logede

''Untuk yang harganya Rp1 juta biasanya payung raja yang diameternya besar dengan bahan kain emas,'' jelas Wigit.

Payung paling besar buatan Wigit diameternya bisa 3 meter dan paling kecil 50 centimeter. Untuk pembuatannya, selain dikerjakan di rumah produksinya, juga diambil para tetangga untuk dikerjakan di rumah masing-masing. Bila sudah jadi, tinggal menyetorkan saja kepada dirinya.

Inilah kearifan lokal berupa seni budaya yang bisa menopang keberlangsungan hidup warga Desa Tanjung. Ketelatenan para perajin dalam membuat payung dari kerangka bambu sampai siap pakai, telah membuat nama Desa Tanjung, Juwiring terkenal di Indonesia dan mancanegara.***

 

 

Editor: Kinan Riyanto

Tags

Terkini

Terpopuler