Akhirnya, ternyata raja dari seribu negara tersebut tidak ada yang mampu menandingi kesaktian Sumantri. Semuanya jatuh terkalahkan oleh Sumantri.
Maka, Sumantri berhak memboyong pulang Dewi Citrawati ke Maespati. Tapi kemenangan spektakulernya itu ternyata menimbulkan rasa takabur di dada Sumantri.
Sesampainya di Maespati dia tidak langsung menyerahkan Dewi Citrawati kepada Prabu Harjuno Sosrobahu. Dia malah menyampaikan tantangan kepada sang raja. Dia ingin menguji kesaktian sang Prabu.
Prabu Harjuno Sosrobahu bersedia meladeni tantangan Sumantri. Maka, di alun alun Maespati diselenggarakan perang tanding antara Sumantri dengan Prabu Harjuno Sosrobahu.
Awalnya pertarungan itu seru dan seimbang. Keduanya sama sama sakti mandraguna. Berbagai macam ilmu kesaktian dikeluarkan tapi masih saja seimbang. Akhirnya Sumantri mengeluarkan panah andalannya, Cakra.
Habislah kesabaran sang raja. Prabu Harjuno Sosrobahu segera tiwikromo. Dia menjadi seorang raksasa sebesar tujuh gunung.
Konon hanya titisan Wisnu saja yang memiliki ilmu ini. Tentu saja Sumantri yang ibarat anak kemarin sore kewalahan dalam menghadapi sang Prabu dengan ilmu pamungkasnya.
Sumantri takluk dan meminta maaf serta berjanji setia akan mengabdi kepada sang Prabu Harjuno Sosrobahu. Sang raja yang arif bijaksana memaafkannya.
Sumantri diterima menjadi salah satu perwiranya. Tugas berat berikutnya sudah menunggu. Sang Harjuno Sosrobahu memerintahkannya untuk memindahkan Taman Sriwedari dari Kahyangan Untarasegara ke Kerajaan Maespati.