Sejarah Lebaran Ketupat di Pulau Jawa, Cara Sunan Kalijaga Menjaga Bulan Syawal Penuh Berkah dan Bermaafan

- 24 April 2023, 10:32 WIB
Ilustrasi - Sejarah Lebaran Ketupat di Pulau Jawa
Ilustrasi - Sejarah Lebaran Ketupat di Pulau Jawa /Instagram @sajianselera/

BERITASUKOHARJO.com - Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa mengenal dua kali perayaan di bulan Syawal, yaitu perayaan Idul Fitri dan perayaan Lebaran ketupat. Perayaan Idul Fitri ditandai dengan salat Idul Fitri yang dilakukan setiap tanggal 1 Syawal.

Sedangkan perayaan Lebaran ketupat dilakukan setelah seminggu dari perayaan Idul Fitri, yakni tanggal 8 Syawal. Perayaan Lebaran ketupat di pulau Jawa ini dilakukan dengan cara membuat ketupat, kemudian mengantarkannya ke saudara atau orang yang dituakan.

Selain itu, momen Lebaran ketupat juga dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa sebagai momen berkumpul keluarga besar, saling bersilaturahmi, halal bi halal, reuni bersama teman-teman, dan lainnya.

Baca Juga: Resep Kacang Kribo Pedas Manis, Isian Toples Lebaran 2023 yang Selalu Jadi Rebutan, Kamu Wajib Coba!

Jika dilihat dari sejarahnya yang telah dirangkum oleh BeritaSukoharjo.com dari berbagai sumber, tradisi Lebaran ketupat sudah ada sejak zaman Wali Songo, yaitu zaman Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga pada waktu itu memperkenalkan dua kali Lebaran, yaitu Lebaran Idul Fitri dan Lebaran ketupat saat dia menyebarkan Islam di tanah Jawa. Saat itu, Sunan Kalijaga memperkenalkan puasa sunah Syawal yang dilaksanakan setelah merayakan Idul Fitri.

Puasa sunah syawal sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW, yaitu “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian dilajutkan enam hari di bulan Syawal maka baginya pahala puasa selama setahun penuh. (HR. Muslim).

Atas dasar hadist inilah, Sunan Kalijaga memperkenalkan puasa Syawal yang dilaksanakan selama 6 hari dari tanggal 2 sampai dengan 7 syawal, sehingga tanggal 8 syawal orang-orang merayakan lebaran, yang dikenal dengan Lebaran ketupat.

Baca Juga: Jajanan yang Disukai Para Bocil, Isiannya Memang Bikin Ketagihan, Cukup Gunakan Bahan Sederhana

Filosofi ketupat sendiri dalam bahasa Jawa, berasal dari kata ‘kupat’ memiliki makna ganda, yakni ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan).

Empat tindakan itu antara lain lebaran (pintu ampunan terbuka lebar), luberan (melimpahi), leburan (melebur dosa), dan laburan (menyucikan diri).

Lebaran menandakan berakhirnya waktu puasa, makna dari luberan (melimpahi) adalah ajakan untuk bersedekah untuk kaum miskin atau mengeluarkan zakat fitrah.

Leburan atau melebur dosa artinya dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat Islam diwajibkan untuk saling memaafkan. Sedangkan, laburan bermakna manusia harus menjaga kesucian lahir dan batin.

Baca Juga: PENTING! Lima Ruas Tol Berikan Diskon Tarif Pada Arus Balik Lebaran 2023, Cek Waktu dan Lokasinya Disini

Prosesi mengakui kesalahan bisa berupa sungkeman anak kepada orang tua, atau orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Prosesi ini merupakan simbol permohonan maaf anak kepada orang tua dan bukti anak menghormati orang tua.

Prosesi ‘mengaku lepat’ tidak hanya berupa sungkeman saja tapi juga berupa memohon maaf dan saling memaafkan antara tetangga, kerabat dekat maupun jauh, teman, hingga masyarakat.

Bahkan dalam masyarakat Jawa sendiri, saling memaafkan bisa dilihat dari dimakan atau tidaknya ketupat ketika disuguhkan. Jika seseorang datang bertamu ke rumah kerabatnya, mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya.

Baca Juga: Bosan Daging? Yuk, Buat Menu Sayur Asem Kuah Merah Hari ini yang Cocok Dimakan dengan Ikan Asin

Apabila tamu yang datang memakan ketupat tersebut maka secara otomatis pintu maaf terbuka dan segala kesalahan serta kekhilafan terhapuskan.***

 

Editor: Klara Delviyana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x