Setelah arsitek tersebut meninggal, pembangunan Lawang Sewu diteruskan oleh dua arsitek Belanda, yaitu Prof. J. Klinkhamer, dan B.J Oudang yang mengerjakan gedung A sebagai kantor utama NIS. Mulai pengerjaan gedung ini Februari 1904 dan selesai Juli 1907.
Setelah kekalahan Belanda, Lawang Sewu beralih kepemilikan menjadi markas tentara Jepang dan juga kantor transportasi Jepang, yang dikenal sebagai Riyuku Sokyoku pada tahun 1942.
Baca Juga: Taeyong NCT Gaet Wendy RED VELVET untuk Album Solonya, NCTzen dan REVELUV: Kami Tidak Sabar!
Lawang Sewu merupakan saksi sejarah terjadinya pertempuran 5 hari antara tentara Jepang dengan Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA), yaitu pada tanggal 15 sampai dengan 19 Oktober 1945.
Pada pertempuran ini, banyak para pejuang yang gugur, salah satunya dr. Kariadi yang merupakan dokter paling handal. Pada saat itu prajurit Jepang memiliki jumlah yang banyak dan senjata yang lengkap.
Sedangkan AMKA berjumlah sedikit dan hanya bersenjatakan bambu runcing. Banyak para pejuang Indonesia yang gugur dan dimakamkan secara massal di kawasan Wilhelminaplein atau kawasan tugu muda yang sekarang.
Baca Juga: 4 Objek Wisata Pantai di Jawa Tengah yang Cocok Dikunjungi Saat Weekend bersama Keluarga