"Jika kita menjaga (alam) karena Lawu jadi genthong banyu (sumber) air. Jangan sampai gundul. Gelem nguri-uri mesti dingerteni genten.Kita menjaga alam, alam akan balik menjaga kita," pesannya.
Sebab itulah, gunung yang juga diyakini merupakan salah satu poros di pulau Jawa ini banyak masyarakat yang mempercayai bahwa Gunung Lawu adalah persinggahan Brawijaya V yang merupakan Raja Majapahit terakhir yang akhirnya menghilang bersama raganya alias muksa.
Menurut cerita leluhur, jika gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton Solo dan Jogjakarta, misalnya upacara labuhan setiap bulan Sura.
"Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Dan tiap suro selalu diadakan upacara sesaji di gunung Lawu," jelasnya ketika di temui beberapa waktu lalu.
Gunung Lawu juga menyimpan misteri pada tiga puncaknya dan menjadi tempat yang dianggap sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan (menghilangnya) Prabu Brawijaya.
Baca Juga: Tradisi Dukutan Cerminan Kisah Percintaan Masa Lalu Airlangga di Lereng Gunung Lawu
Harga Dumiling diceritakan sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon yang merupakan abdi setia dari Prabu Brawijaya, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang meditasi pagi penganut kejawen.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Mbah PO menjelaskan, setiap pendaki yang pernah naik ke puncak Lawu pasti memahami berbagai larangan tidak tertulis yang harus dipatuhi.
Misalnya ketika akan mendaki gunung Lawu adalah dilarang mengucapkan kata kesel (capai) ketika sedang dalam perjalanan menuju puncak.