Cerita Banjaran Gatutkoco, tentang Tempaan Hidup yang Membuat Sakti

30 Agustus 2022, 19:16 WIB
Banjaran Gatutkoco /YouTube Anugrah Mandiri Jakarta Neo.

BERITASUKOHARJO.com -  Cerita banjaran adalah cerita kehidupan seorang tokoh, misalnya Gatotkaca/Gatutkoco, sejak lahir sampai meninggalnya.

Jadi, secara singkat, cerita banjaran dapat diartikan sebagai semacam biografi seorang tokoh tertentu.

Adapun cerita banjaran ini pertama kali ditampilkan oleh dalang kondang dari Semarang, yakni Ki Narto Sabdo.

Ki Narto Sabdo adalah orang pertama yang memanggungkan lakon Banjaran Gatutkoco, Sengkuni, Banjaran Karno, dan lain-lain.

Baca Juga: Bihun dan Telur Dimasak Begini Jadi Lebih Enak dan Gurih, Bisa Bikin Kenyang, Meski Tanpa Nasi

Dulu, lakon wayang kulit dan wayang wong dituturkan berdasarkan babak dalam kisah Mahabarata atau Ramayana, misalnya Romo Tambak, Kumbokarno Leno, dan sebagainya.

Banjaran Gatutkoco sendiri adalah kisah hidup Gatutkoco sejak lahir sampai mati. Perlu diketahui bahwa banyak sekali dalang yang mementaskan lakon ini, seperti Ki Timbul Hadi Prayitno dari Yogyakarta, Ki Enthus Sismono dari Tegal, dan lain-lain.

Nah, lantas bagaimana alur ceritanya? Mari kita simak pentas wayang kulit oleh Ki Enthus Susmono yang keseluruhannya juga bisa kamu simak di YouTube selain dalam artikel ini.

Ki Enthus membuka cerita dengan adegan Raja Gilingwesi Prabu Naga Pracana, seorang raja raksasa monster ular. Menghadap sang raja adalah Patih Naga Sekipu, seorang raksasa sangar.

Baca Juga: Resep Olahan Tempe Sederhana Ini Akan Membuatmu Ingin Makan Terus, Wajib Coba

Naga Pracana mengutus sang patih melamar Dewi Suproborini di Kahyangan Jonggring Salaka.  Setelah menghadapi banyak rintangan, sang Patih Naga Sekipu sampai di Kahyangan Jonggring Saloka.

Betara Narada, Betara Yamadipati, Betara Bayu menyambutnya. Patih Naga Sekipu lalu menanyakan jawaban atas surat lamaran rajanya. Namun, Narada menjawab bahwa lamaran itu ditolak.

Mendengar lamarannya ditolak, Naga Pracona sontak marah lalu memutuskan menyerang kahyangan.

Dia lantas memerintahkan Patih Naga Sekipu untuk membawa pasukan raksasa menyerang kahyangan.

Baca Juga: Ada Telur dan Santan? Yuk, Jadikan Cemilan Legit dan Lembut Ini, Rasanya Manis Manjakan Lidah, Simak Resepnya!

Sekipu dan pasukan raksasa terbukti sangat sakti. Pasukan para dewa terdesak. Tidak seorang pun mampu mengatasi serangan para raksasa tersebut.

Narada lalu meminta bantuan manusia. Anak Bima dengan Arimbi yang masih bayi diboyong ke kahyangan. Jabang Tetuka namanya.

Dia lantas diceburkan ke Kawah Candradimuka. Bukannya meninggal, Jabang Tetuko justru tumbuh menjadi sakti mendraguna.

Ketika melawan Sekipu, setiap kali dipukul atau ditendang, Tetuko malah bertambah besar dan sakti. Akhirnya Sekipu pun mati di tangan Tetuko.

Baca Juga: Modal Tahu dan Jagung Dibikin Cemilan Penghasil Duit, Sangat Enak dan Pasti Laku Keras jika Jadi Ide Jualan!

Tetuko kemudian diberi senjata pusaka berupa baju Ontokusumo yang membuatnya kebal akan segala macam senjata. Selain itu, dia juga bisa terbang.

Setelah dewasa, namanya lalu diganti menjadi Gatutkoco. Meskipun wajahnya sangar seperti raksasa, tetapi hatinya baik. Adapun sosoknya seperti raksasa karena ibunya, Arimbi, adalah seorang raksasa perempuan.

Arimbi adalah adik dari Arimbo, penguasa wilayah Pringgodani. Ini adalah bagian dari wilayah Amarta, kerajaannya Pendowo Limo.

Dulu, Arimbo dibunuh oleh Bimo karena melawan ketika hutan di sana dibuka oleh Pendowo Limo untuk membangun negara Amarta.

Baca Juga: Bikin Lauk Enak dan Cemilan Gurih dari Olahan Tempe plus Bumbu-Bumbu Sederhana Ini, Resep Super Simple

Arimbo punya anak laki-laki bernama Arimboko. Setelah dia dewasa, Sengkuni sang patih licik dari Ngestino (Hastinapura) memprovokasi.

Tujuan provokasi itu agar Arimboko mau menjadi peguasa Pringgodani yang bisa dikendalikan oleh Ngestino. Itulah sebabnya Ngestino memberi dukungan.

Sementara itu, pihak Pendowo menghendaki Gatutkoco yang menjadi penguasa Pringgodani.  Maka terjadilah persaingan antara Ngestino dan Amarta. Mereka berebut pengaruh atas Pringgodani.

Beberapa bentrokan kecil lantas pecah hingga akhirnya Gatutkoco  bertarung melawan Arimboko, sepupunya sendiri.

Baca Juga: Resep Pecel Lele Lengkap dengan Sambal Tomat Terasi, Mudah dan Nikmat, Cocok untuk Menu Makan Malam

Gatutkoco kemudian berhasil memenangkan perkelahian mengakibatkan Arimboko tewas di tangannya sehingga Gatutkoco pun menjadi penguasa wilayah Pringgodani yang adil dan bijaksana.

Gatutkoco kemudian menikah dengan Endang Pergiwa, anak dari Arjuna. Jadi, mereka adalah saudara sepupu.

Namun, pernikahan tersebut juga harus melalui perjuangan berat karena Lesmono Mondrokumoro, anak raja besar Ngestino, juga naksir dengan Pergiwa.

Tibalah Perang Baroto Yudo, perang besar trah Baroto. Kedua pihak sejatinya adalah saudara. Pendowo Limo dengan Kurowo adalah saudara sepupu.

Baca Juga: Resep Kacang Telur Paling Gampang, Cemilan Super Renyah dan Enak, Cocok untuk Teman Nonton TV Pasti Ketagihan!

Suatu hari, Sri Kresno menunjuk Gatutkoco menjadi senopati. Tugasnya, yaitu memimpin pasukan Amarta melawan pasukan Ngestino di medan tempur di Tegal Kurusetro.

Pihak Ngestino menunjuk Adipati Karno menjadi senopati. Di awal peperangan, Gatutkoco yang sakti mandraguna mampu mengobrak-abrik barisan Ngestino.

Baju Ontokusumo membuatnya kebal dari semua senjata. Hampir saja pihak Kurowo kalah hari itu, tetapi Adipati Karno segera mengambil tindakan.

Adipati Karno memiliki sebuah panah sakti bernama Kunto. Panah ini adalah pemberian dewa dan memang sangatlah sakti.

Baca Juga: Olah Mie dan Kangkung dengan Resep Ini, Cocok untuk Menu Makan Keluarga yang Lezat Ekonomis di Tanggal Tua

Panah tersebut mampu mengejar sasarannya ke manapun dia lari.  Jadi, gambarannya persis seperti surface to air missile (rudal darat ke udara) di zaman kekinian.

Gatutkoco tahu kalau Kunto adalah satu-satunya senjata yang bisa menewaskannya. Dia lantas terbang setinggi-tingginya.

Namun, panah Kunto terus mengejarnya dan Gatutkoco tidak bisa menghindar. Hidupnya kemudian berakhir karena terkena panah Kunto.

Itulah gambaran kehidupan Gatutkoco secara singkat. Para cendekiawan menafsirkan kisah hidupnya adalah metafora.

Itu adalah simbol bahwa kesulitan hidup akan menjadikan manusia memiliki kekuatan. ***

 

Editor: Nurulfitriana Ramadhani

Sumber: unnes.ac.id

Tags

Terkini

Terpopuler