Di usianya yang menginjak 10 tahun sang ibu meninggalkan Hamka dan berpisah dengan ayahnya, Hamka diasuh oleh ayahnya.
Hamka kekurangan dalam pendidikan formal tetapi dirinya memiliki kemampuan membaca dan menulis yang sangat luas, Hamka juga di kenal sebagai penulis islam paling prolifik dalam sejarah Indonesia.
Selama 57 tahun dirinya menulis beberapa karya hingga 84 judul buku hingga diberbagai bidang yang dikuasainya, seperti buku yang terkenal berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Dibawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau Ke Deli.
Ketiga buku diatas sempat membesarkan namanya, Hamka juga sangat aktif dalam politik, dirinya berpolitik melalui Masyumi hingga partai tersebut dibubarkan.
Hamka juga pernah menjadi ketua MUI pertama kali, hingga akhir hidupnya Hamka aktif di organisasi Muhammadiyah.
Hamka dan keluarganya berpindah ke Medan, dikarenakan Hamka diangkat menjadi seorang pemimpin redaksi majalah pedoman masyarakat. Kehidupan Hamka terguncang saat salah satu anaknya meninggal dunia dikarenakan sakit.
Hamka dianggap sebagai penjilat dan dimusuhi saat dirinya berupaya untuk melakukan pendekatan kepada pihak Jepang, hingga Hamka diminta untuk mundur dari jabatannya sebagai pengurus Muhammadiyah.