Sinopsis Film "Ketika Bung di Ende", Kisah Soekarno yang Luput dari Sejarah Nasional

18 Mei 2022, 15:24 WIB
Sinopsis film "Ketika Bung Di Ende" yang mengulas jejak langkah sang Proklamator /YouTube Rahmat Putra Channel

BERITASUKOHARJO.com - Berbicara tentang sepak terjang Bung Karno dalam dunia perpolitikan rasanya tidak lengkap jika tak menyertakan kisah seru di balik pembuangannya di berbagai tempat di Indonesia.

Salah satu tempat yang pernah disinggahi dan menjadi bagian bersejarah bagi sang Proklamator adalah kota kecil yang terletak di tengah-tengah pulau Flores yaitu, Kota Ende.

Dalam autobiografinya yang berjudul "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" bab 15 tentang pembuangan, Cindy Adams, jurnalis asal Amerika menulis sebagaimana dikatakan Putra Sang Fajar, "ENDE, sebuah kampung nelayan telah dipilih sebagai penjara terbuka untukku yang ditentukan oleh Gubernur Jendral sebagai tempat di mana aku akan menghabiskan sisa umurku."

Baca Juga: Inilah 5 Rekomendasi Lagu J-Pop untuk Menemani Kamu Belajar

Lebih lanjut ditambahkan, "Dalam segala hal maka Ende, di Pulau Bunga yang terpencil itu, bagiku menjadi ujung dunia. Di sini jelas terlihat bahwa Ende merupakan tempat yang jauh dari modernisasi.

Keterbelakangan tersebut kemudian dijelaskan Soekarno dengan mengatakan "Ende dapat dijalani dari ujung ke ujung dalam beberapa jam saja.

Ia tidak mempunyai telepon, tidak punya telegraf. Satu-satunya hubungan yang ada dengan dunia luar dilakukan dengan dua buah kapal pos yang keluar-masuk sekali sebulan."

Perjalanan kebatinan Bung Karno ini kemudian diangkat dan ditampilkan secara apik oleh Baim Wong yang berkesempatan menjadi tokoh utama.

Berperan sebagai sang Proklamator Indonesia, Baim nyatanya mampu menjiwai gambaran Soekarno yang tenang meski dirundung kesedihan manakala dibuang ke tempat yang jauh dari Pulau Jawa.

Baca Juga: Aktris Kim Sae Ron Mengalami Kecelakaan Hingga Ditangkap Polisi. Menyetir Dalam Keadaan Mabuk?

Di sisi lain, meski Ende begitu tertinggal, namun kota kecil ini menyimpan sejarah spiritual bangsa Indonesia di mana Bung Karno merenungkan butir-butir Pancasila di bawah pohon sukun.

Diceritakan, pada tahun 1934 Bung Karno beserta istri dan anak angkatnya, Inggit Garnasih (Paramitha Rusady) dan Ratna Djuami (Jessica CM Tumbelaka) serta mertuanya Ibu Amsi (Niniek L. Karim) berlayar menuju Flores.

Pelayaran ini dimaksudkan untuk menjauhkan Bung Karno dari berbagai gerakan perjuangan yang dapat membahayakan posisi Belanda saat itu.

Perjalanan yang memakan waktu selama 8 hari tak menyurutkan niat Bung Karno dalam mempertahankan tekad untuk tetap meraih kemenangan atas Belanda.

Suka duka yang dihadapinya selama empat tahun berusaha dijalaninya dengan tabah dan tawakal.

Baca Juga: Lirik Lagu Like My Father- Jax, tentang Penghargaan Cinta juga Kerinduan Mendalam Seorang Gadis

Semula, Bung Karno nampak murung dan selalu mengakhiri lamunannya dengan mempertanyakan alasan Belanda membuangnya ke tempat yang tidak menjadi tujuan dibuangnya para pejuang seperti di Boven Digul atau Pulau Buru.

Meski begitu, Bung Karno tetap melewati hari-hari dengan melakukan aktivitas seperti mengunjungi kali Wolowona dan berjalan menyusuri pantai Ende untuk bertemu nelayan.

Di awal masa pembuangannya di Ende, Bung Karno selalu menjadi langganan perundungan masyarakat lokal lantaran pemberitaan media yang menyebutnya sebagai pemberontak yang harus dijauhi.

Status tahanan rumah yang melekat pada dirinya membuat sang Proklamator tidak bisa berkomunikasi secara bebas dengan masyarakat.

Baca Juga: Inilah Akun TikTok Idola K-Pop Pria yang Banyak Diikuti, Siapa Saja Mereka?

Hal ini pula yang membuat masyarakat takut bergaul dengannya sebab polisi terus mengawasi gerak-geriknya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Bung Karno mulai berinisiatif membangun kedekatan baik dengan warga lokal maupun dengan pemuka agama Katolik saat itu.

Semua itu diwujudkan melalui pengajian dan kunjungan ke perpustakaan Pastoran Ende. Di tempat inilah Ia dapat bertukar pikiran dengan Pastor Paroki, Pater Huijtink (Hans de Kraker).

Berkat dukungan yang besar dari Pater Huijtink, Soekarno kemudian mendirikan sebuah grup sandiwara bersama teman-temannya bernama Tonil Kelimutu.

Soekarno diketahui telah menulis 12 naskah yang mengusung tema perjuangan melawan Belanda dengan dilatarbelakangi cerita rakyat dan tarian adat lokal.

Meskipun kisah pergulatan batin Bung Karno di Ende menarik untuk ditelisik lebih jauh, sayangnya cerita ini tidak banyak diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya.

Baca Juga: Hyoyeon Sembunyikan Rencana Comeback Girls’ Generation dari Orang Tuanya, Netizen Tunjukan Antusiasme

Lalu, bagaimana kelanjutan kisahnya? Jangan khawatir, kamu tetap bisa menikmati film ini melalui saluran TVRI maupun youtube, sebab film ini tidak ditampilkan di bioskop biasa.***

Editor: Inung R Sulistyo

Sumber: YouTube Rahmat Putra Channel

Tags

Terkini

Terpopuler