Komunikasi Kebijakan Penurunan Prevalensi Stunting di Tengah Pandemi

- 16 Agustus 2021, 10:11 WIB
Marroli J Indarto, PranataHumas Madya Kementerian Komunikasi dan Informasitka
Marroli J Indarto, PranataHumas Madya Kementerian Komunikasi dan Informasitka /Dok. Marroli J Indarto

SUKOHARJOUPDATE - Kebijakan pemerintah dalam menurunkan angka prevalensi stunting adalah langkah strategis memastikan tercapainya penurunan stunting.

Istilah stunting bukan semata mengenai kekerdilan atau kondisi tubuh pendek, maupun soal kekurangan gizi semata. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan mengkomunikasikan sebenar-benarnya tentang stunting.

Stunting adalah kondisi kekurangan gizi kronis pada anak yang terjadi sejak 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Jika anak mengalami kekurangan gizi kronis ini, dia akan mengalami kondisi gagal tumbuh. Kondisi gagal tumbuh ini mengakibatkan berbagai hal buruk. Tidak hanya berpengaruh pada perkembangan fisik anak, tetapi juga perkembangan psikologis atau mental.

Padahal, salah satu hak anak adalah mendapatkan asupan gizi berkualitas. Para orang tua jangan sampai mengabaikan hak dasar anak untuk tumbuh sehat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerapkan angka stunting di suatu negara yang bisa ditoleransi harus berada di bawah 20 persen dari jumlah kelahiran anak. Jika ada seratus kelahiran, paling tidak hanya 20 anak yang mengalami kondisi ini. Jika angkanya berada di bawahnya tentu saja lebih bagus.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan pemerintah pada 2013 lalu memperlihatkan angka prevalensi stunting anak-anak Indonesia sebesar 37,2 persen. Upaya pemerintah untuk menurunkan hal itu terlihat pada Riskesdas 2018, dimana terjadi penurunan sehingga angka stunting menjadi 30,8 persen.

Pada 2019 lalu, berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), kondisi stunting ini sudah turun menjadi 27,6 persen. Tentu saja ini bukan angka yang menggembirakan karena masih berada di bawah pagu kualitas kesehatan dunia. Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo secara langsung menargetkan pada 2024 nanti prevalensi stunting di Indonesia secara rata-rata berada di angka 14 persen.

Angka itu tentu saja harus seoptimis mungkin direalisasikan. Ini artinya, persoalan stunting harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang memikul tanggung jawab ini.Apalagi, diprediksi Indonesia akan mengalami apa yang disebut dengan bonus demografi, yakni saat jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar daripada jumlah penduduk tua dan anak-anak.

Jumlahnya menurut perkiraan sekitar 64 persen dari penduduk Indonesia atau mencapai angka 190 juta penduduk. Bisa dibayangkan kelompok usia inilah yang akan menjadi lokomotif banyak perubahan baik dan beragam kemajuan. Populasi bonus ini sangat ditentukan kualitasnya sejak usia bayi.

Pemerintah telah melakukan koordinasi melalui Kementerian Kesehatan dengan asosiasi profesi kesehatan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar dapat sadar terlebih dahulu. Jangan sampai ada masyarakat tidak tahu tentang kebijakan menurunkan angka prevalensi gagal tumbuh kembang anak yang sangat penting.

Halaman:

Editor: Bramantyo


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah